Saya bukan orang yang suka jadi yang pertama. Saya bahkan sering menunda membeli barang baru sampai harganya turun atau teknologinya matang. Tapi ketika BYD Atto 1 diluncurkan di Indonesia pada 23 Juli 2025, sesuatu dalam diri saya berubah.
Bukan karena desainnya yang futuristik atau fitur canggihnya tapi karena harganya.
Rp 195 juta untuk varian Dynamic. Rp 235 juta untuk varian Premium.
Itu bukan typo. Itu harga on-the-road Jakarta untuk mobil listrik full-electric dengan jangkauan hingga 410 km, tenaga 201 HP, dan baterai Blade Battery yang diklaim paling aman di dunia.
Saya langsung tahu: ini bukan lagi mobil untuk eksekutif atau selebriti. Ini mobil untuk keluarga menengah seperti saya ayah dua anak yang bekerja di kawasan Sudirman, tinggal di Depok, dan selama ini mengandalkan Avanza bekas yang boros dan sering mogok.
Enam bulan telah berlalu sejak saya membawa pulang BYD Atto 1 varian Premium. Ini bukan ulasan teknis kering dari jurnalis otomotif. Ini catatan jujur seorang pengguna biasa tentang kegembiraan, kekhawatiran, penghematan, dan kejutan kecil yang saya alami setiap hari bersama mobil listrik pertama saya.
Bab 1: Dari GIIAS 2025 ke Garasi Rumah – Perjalanan Menuju Keputusan
Saya pertama kali melihat BYD Atto 1 di GIIAS 2025. Saat itu, mobil ini hanya dipajang sebagai display unit belum dijual, belum punya harga resmi, dan BYD belum punya izin distribusi penuh di Indonesia.
Tapi saya penasaran. Desainnya bersih, minimalis, tapi terasa premium. Tidak seperti mobil “listrik murah” yang biasanya terlihat plastik dan murahan.
Saya bertanya ke sales: “Kapan dijual?”
Jawabnya: “BYD Atto 1 mulai dikirim ke konsumen Oktober – Desember 2025.”
BYD resmi meluncurkan Atto 1 di Indonesia dengan dua varian:
tipe | tenaga | jarak | harga |
---|---|---|---|
Dynamic | 42,3 kWh | ±320 km | Rp 195 juta |
Premium | 60,48 kWh | ±410 km | Rp 235 juta |
Saya terperangah. Harga varian Premium lebih murah dari Avanza 1.5 G baru (Rp 280 juta), tapi menawarkan:
- Performa 201 HP
- Sunroof panoramic
- ADAS lengkap
- Interior digital tanpa tombol fisik
- Biaya operasional 1/10 dari mobil BBM
Saya langsung daftar test drive. Dua minggu kemudian, saya datang ke dealer BYD di Cilandak.
Test drivenya singkat hanya 15 menit keliling kawasan TB Simatupang. Tapi itu cukup. Akselerasi Nya halus, kabin senyap, dan sistem infotainment responsif. Rasanya seperti mengemudikan mobil Eropa, bukan mobil “entry-level”.
Istri saya awalnya ragu: “Jangan-jangan nanti servis susah?” Tapi setelah saya tunjukkan simulasi penghematan Rp 1 juta/bulan hanya dari BBM vs listrik dia mengangguk.
Pada 12 agustus, saya membawa pulang BYD Atto 1 varian Premium (Long Range) seharga Rp 235 juta OTR Jakarta, dengan DP Rp 50 juta dan cicilan Rp 5,2 juta/bulan (5 tahun).
Keputusan terbaik dalam hidup finansial saya dan saya baru sadar betapa besar dampaknya setelah enam bulan pemakaian.
Bab 2: Hari Pertama – Antara Euforia dan “Apa Ini Beneran Cuma Rp 235 Juta?”
Mobil tiba di rumah jam 10 pagi. Warna Aurora White, mengilap di bawah sinar matahari Jakarta yang terik. Anak-anak langsung berteriak: “Papaaaa, mobil listrik kita datang!”
Tapi saya masih tidak percaya. Mobil sebesar ini, dengan fitur sebanyak ini, harganya lebih murah dari Kijang Innova bensin?
Saya periksa STNK: Rp 235.000.000. Benar.
Instalasi wallbox gratis dari BYD selesai dalam 3 jam. Saya upgrade daya listrik dari 2.200 VA ke 3.500 VA (biaya tambahan Rp 1,2 juta sekali bayar seumur hidup).
Pertama kali colokkan, lampu indikator biru berkedip lembut. Tidak ada suara mesin, tidak ada bau bensin. Hanya dengung pelan dari charger. Saya isi dari 25% ke 100% semalaman. Tagihan listrik naik Rp 32.000.
Esok harinya, saya bawa ke kantor (22 km pulang-pergi). Konsumsi energi: 14,3 kWh/100 km. Sisa baterai: 86%.
Di minggu kedua, saya alami “range anxiety” klasik baterai 18%, rumah masih 9 km. Tapi saya ingat: mobil listrik punya buffer aman. Saya matikan AC sebentar, kurangi kecepatan, dan fokus pada eco-driving. Sampai rumah dengan sisa 7%. Tidak mati. Tidak panik.
Pelajaran pertama: mobil listrik butuh mentalitas baru. Bukan “isi penuh lalu lupa”, tapi “rencanakan, pahami, dan percaya”.
Bab 3: Desain dan Interior – Premium Tanpa Label Harga Premium
BYD Atto 1 mengusung desain “Dragon Face 3.0” grille depan tertutup (karena tidak butuh pendinginan mesin), lampu LED tajam, dan garis bodi aerodinamis dengan koefisien hambatan udara Cd 0,29, sangat rendah untuk SUV kompak.
Yang saya suka:
- Sunroof panoramic (hanya di varian Premium) memberi kesan lapang, terutama untuk anak-anak yang suka lihat langit.
- Velg 18 inci desain sporty, tapi tidak terlalu besar sehingga tidak boros energi.
- Lampu belakang menyatu (through-type) mirip Audi, tapi dengan sentuhan modern Tiongkok.
Interior? Ini yang bikin banyak orang terkejut.
Tidak ada satu pun tombol fisik di dashboard. Semua dikendalikan lewat layar sentuh 12,8 inci yang bisa berputar antara portrait dan landscape. Sistem DiLink berbasis Android sangat intuitif bisa buka Google Maps, Spotify, YouTube, bahkan Zoom untuk meeting darurat.
Materialnya:
- Dashboard atas: soft-touch berkualitas
- Jok: kulit sintetis lembut, jahitan rapi
- Pintu dalam: trim halus, tidak plastik murahan
Ruang kabin luas. Saya tinggi 178 cm, duduk di belakang masih lega. Bagasi: 345 liter cukup untuk 2 koper besar atau 3 tas belanja mingguan.
Satu kekurangan: tidak ada ventilasi kursi. Di Jakarta yang panas, jok cepat gerah. Tapi di harga Rp 235 juta, ini wajar. Bahkan CR-V di harga Rp 600 juta pun belum tentu punya.
Bab 4: Performa dan Pengalaman Berkendara – Tenang, Cerdas, dan Menenangkan
Inilah inti dari mobil listrik: pengalaman berkendara.
Atto 1 varian Premium menggunakan motor listrik 150 kW (201 HP) dan torsi 310 Nm. Akselerasi 0–100 km/jam dalam 7,3 detik lebih cepat dari Fortuner (10,5 detik) atau CR-V (9,2 detik).
Tapi yang paling terasa bukan kecepatannya, melainkan kelancarannya. Tidak ada suara mesin, tidak ada getaran, tidak ada perpindahan gigi. Hanya desau halus saat melaju.
Di jalan tol, saya sering lupa sedang menyetir mobil. Suasana kabin sangat senyap berkat peredam suara ganda dan ban low-noise.
Fitur regenerative braking (pengereman regeneratif) juga luar biasa. Saat saya lepas pedal gas, mobil melambat perlahan sambil mengisi ulang baterai. Di kemacetan, saya hampir tidak perlu menginjak rem cukup modulasi pedal gas. Ini mengurangi kelelahan dan meningkatkan efisiensi.
Sistem ADAS (Advanced Driver Assistance Systems) di varian Premium termasuk:
- Adaptive Cruise Control (ACC): Otomatis ikuti mobil di depan, berhenti jika perlu.
- Lane Keep Assist: Getarkan kemudi jika keluar jalur.
- Automatic Emergency Braking: Rem otomatis jika deteksi tabrakan.
- Blind Spot Detection: Peringatan jika ada mobil di samping.
Saat macet di tol Jagorawi, ACC-nya bekerja sempurna mengikuti mobil di depan, berhenti otomatis, lalu jalan lagi saat jalan lancar. Saya hanya perlu mengawasi. Ini bukan kemewahan ini pengurang stres.
Yang mengejutkan: handling-nya sangat lincah. Suspensi depan MacPherson, belakang multi-link, disetel agak sporty. Di tikungan Puncak, Atto 1 terasa stabil tidak limbung seperti SUV biasa.
Satu catatan: ground clearance hanya 150 mm. Jadi hati-hati saat lewat polisi tidur tinggi atau jalan berlubang.
Bab 5: Baterai dan Pengisian – Blade Battery yang Bikin Tidur Nyenyak
Ini bagian paling banyak ditanyakan: baterai.
Atto 1 varian Premium menggunakan Blade Battery LFP (Lithium Iron Phosphate) berkapasitas 60,48 kWh. Klaim jangkauan: 410 km (WLTP).
Realitanya?
- Di kota (macet): 320–340 km
- Tol (90–100 km/jam): 360–380 km
- Campuran: 350 km rata-rata
Kenapa tidak 410 km? Karena WLTP adalah standar laboratorium. Di dunia nyata, AC, kecepatan, dan medan jalan memengaruhi.
Tapi yang penting: baterai LFP lebih aman. Tidak mudah terbakar seperti baterai NMC (Nickel Manganese Cobalt). BYD pernah menunjukkan video Blade Battery ditusuk paku tidak meledak, tidak terbakar. Ini penting untuk ketenangan pikiran, terutama saat cas semalaman di garasi.
Pengisian:
- Rumah (wallbox 7 kW): 0–100% dalam 9 jam
- SPKLU DC fast charger (80 kW): 30–80% dalam 30 menit
- Colokan rumah biasa (2.200 VA): Bisa, tapi sangat lambat (24+ jam)
Saya punya strategi:
- Isi di rumah tiap malam (dari 30% ke 90%)
- Kalau liburan jauh, gunakan SPKLU di rest area
SPKLU di Jabodetabek sudah cukup tersebar: PLN, Shell Recharge, Volta, Greenlots. Saya pakai aplikasi PlugShare dan ChargEV untuk cek ketersediaan.
Pengalaman terburuk: Charger di Cipularang sedang maintenance. Tapi saya punya cadangan di rest area berikutnya. Selalu bawa plan B.
Bab 6: Biaya Kepemilikan – Lebih Murah dari yang Dibayangkan
Mari hitung biaya selama 6 bulan (±7.500 km):
1. Listrik
- Rata-rata pemakaian: 14,2 kWh/100 km
- Total konsumsi: 1.065 kWh
- Tarif listrik (3.500 VA): Rp 1.467/kWh
- Total: Rp 1,56 juta
2. Servis
- Servis gratis 5 tahun/150.000 km
- Tidak perlu ganti oli, filter, busi
- Biaya servis 6 bulan pertama: Rp 0
3. Asuransi
- All risk: Rp 6,5 juta/tahun → Rp 3,25 juta (6 bulan)
4. Pajak
- Diskon 100% Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) selama 5 tahun (kebijakan insentif EV)
Total biaya 6 bulan: ~Rp 4,8 juta
Bandingkan dengan Avanza lama saya (6 bulan):
- BBM: Rp 14 juta
- Servis: Rp 1,5 juta
- Asuransi: Rp 3 juta
- Pajak: Rp 1,25 juta
Total: Rp 19,75 juta
Penghematan: Rp 14,95 juta dalam 6 bulan
Rata-rata: Rp 2,5 juta/bulan
Belum lagi nilai jual kembali. Mobil listrik masih langka, jadi permintaan tinggi. Setelah 6 bulan, Atto 1 saya masih dihargai 88–90% dari harga beli.
Bab 7: Tantangan Nyata – Apa yang Tidak Dikatakan Iklan
Tidak semuanya indah. Ada tantangan nyata:
1. Infrastruktur pengisian belum merata
Di luar Jabodetabek, SPKLU sangat jarang. Liburan ke Bandung? Masih bisa. Tapi ke Yogyakarta? Harus cari hotel yang izinkan cas di kamar. Tidak ideal.
2. Waktu pengisian masih lama dibanding isi BBM
Fast charging 30 menit terasa lama dibanding isi BBM 5 menit. Tapi saya manfaatkan waktu itu untuk ke toilet, beli kopi, atau istirahat. Jadi tidak terasa lama.
3. Jaringan dealer dan servis masih terbatas
BYD baru punya dealer resmi di Jakarta, Bandung, Surabaya, Bali, dan Medan. Kalau ada masalah di luar kota, harus tunggu teknisi datang. Tapi tim servis mobile mereka responsif bisa datang ke rumah dalam 24 jam.
4. Stigma “mobil Tiongkok” masih ada
Beberapa teman masih bilang: “Itu mobil Tiongkok, pasti cepat rusak.” Padahal kualitasnya setara Eropa. Tapi stigma butuh waktu untuk hilang.
5. Fitur yang kurang
- Tidak ada ventilasi kursi
- Tidak ada head-up display
- Wireless charging lambat
Tapi semua itu bisa ditoleransi. Karena inti dari mobil listrik bukan pada fitur mewah, tapi pada transformasi sistemik dari cara kita berpikir tentang transportasi.
Bab 8: Dampak pada Gaya Hidup dan Lingkungan
Sejak punya Atto 1, saya jadi lebih sadar lingkungan.
Saya mulai menghitung jejak karbon. Dengan 7.500 km dalam 6 bulan, Avanza lama saya menghasilkan ~1,6 ton CO2. Atto 1? Sekitar 0,4 ton (asumsi listrik dari PLN yang 60% batubara). Kalau pakai PLTS atap, bisa 0!
Saya juga lebih sering jalan-jalan santai. Karena biaya per km hanya Rp 200, saya tidak takut “boros” seperti dulu.
Anak-anak jadi tertarik pada teknologi. Mereka tahu apa itu kWh, regenerative braking, dan bahkan Blade Battery. Ini edukasi tidak langsung.
Istri saya yang dulu anti-EV, kini malah bilang: “Kalau ganti mobil lagi, harus listrik.”
Bab 9: Komunitas dan Dukungan BYD Indonesia
Salah satu kejutan terbesar: komunitas pemilik BYD di Indonesia sangat solid.
Ada grup WhatsApp 500+ orang, Instagram @byd_indonesia_owners, dan even bulanan. Kami saling berbagi info SPKLU, tips efisiensi, bahkan cari teman liburan bareng.
BYD Indonesia juga responsif. Mereka:
- Sediakan wallbox gratis untuk pembeli awal
- Adakan “EV Day” edukasi setiap kuartal
- Update software rutin (baru saja dapat fitur “scheduled charging”)
CEO BYD Indonesia, Mr. Liu, pernah datang ke acara komunitas dan duduk ngobrol santai dengan pengguna. Ini jarang terjadi di merek lain.
Bab 10: Perbandingan dengan Mobil Listrik Lain (Setelah 6 Bulan)
Setelah mencoba Wuling Air EV dan DFSK Gelora E milik teman, saya yakin Atto 1 adalah pilihan terbaik di kelasnya.
Harga (OTR Jakarta) | Rp 235 juta | Rp 299 juta | Rp 350 juta |
Jangkauan realistis | 350 km | 180 km | 250 km |
Tenaga | 201 HP | 68 HP | 60 HP |
Fitur | ADAS, Sunroof, Layar Putar | Dasar | Niaga |
Kualitas interior | Premium | Sederhana | Fungsional |
Wuling cocok untuk penggunaan sangat lokal (antar jemput sekolah, belanja mingguan). Tapi kalau butuh jarak jauh, performa, dan kenyamanan Atto 1 tidak ada tandingan di kelasnya.
Bab 11: Masa Depan Mobil Listrik di Indonesia – Harapan dan Kekhawatiran
Saya percaya Indonesia akan beralih ke EV. Tapi butuh:
- Lebih banyak SPKLU di luar Jawa
- Insentif pajak diperpanjang setelah 2025
- Edukasi publik tentang keamanan baterai
- Integrasi dengan energi terbarukan (PLTS atap)
BYD bisa jadi pemain kunci. Mereka berencana bangun pabrik di Indonesia itu akan turunkan harga dan tingkatkan layanan purna jual.
Tapi saya khawatir: jika infrastruktur tidak mengikuti, orang akan kecewa dan kembali ke BBM.
Penutup: Bukan Sekadar Mobil, Tapi Langkah Kecil Menuju Masa Depan
BYD Atto 1 bukan mobil sempurna. Tapi bagi saya, ini adalah langkah pertama yang masuk akal menuju masa depan yang lebih bersih, tenang, dan cerdas.
Enam bulan mungkin terdengar singkat. Tapi dalam waktu itu, saya belajar banyak:
- Bahwa mobil listrik bukan barang mewah, tapi pilihan rasional.
- Bahwa Rp 235 juta bisa memberi lebih dari sekadar alat transportasi tapi ketenangan pikiran.
- Bahwa perubahan besar dimulai dari keputusan kecil: memilih tidak mengisi tangki bensin lagi.
Setiap pagi, saat saya menyalakan mobil tanpa suara, melihat anak-anak tersenyum di kursi belakang, dan melaju melewati kemacetan dengan tenang saya tahu saya membuat keputusan yang benar.
Saya bukan pahlawan lingkungan. Saya hanya ayah biasa yang ingin memberi contoh: bahwa masa depan itu terjangkau.
Jika Anda sedang mempertimbangkan mobil listrik, jangan takut. Lakukan riset, hitung kebutuhan, dan percayalah dunia sedang berubah. Dan Anda bisa ikut mengemudikannya.
Terima kasih, BYD Atto 1. Kau bukan hanya mobil. Kau adalah bukti bahwa kita semua bisa ikut mengemudikan masa depan tanpa harus kaya.
Catatan Penulis:
Artikel ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadi selama 6 bulan kepemilikan BYD Atto 1 varian Premium (Long Range). Harga yang disebutkan adalah On-The-Road (OTR) Jakarta dan dapat berbeda di wilayah lain. Data teknis diambil dari spesifikasi resmi BYD Indonesia dan pengukuran pribadi menggunakan aplikasi A Better Routeplanner (ABRP).
Penngirim Artikel Budi Santoso (Pemilik BYD Atto 1 Varian Premium)